HAK
ASASI MANUSIA DI INDONESIA (HAM)
Nama : S.Nur Zaenatun Aisah
Nim : 11102241045
Prodi : Pendidikan Luar Sekolah
Fakultas
: Fakultas Ilmu Pendidikan
Hak
asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu
dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat
kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat
hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia
manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak
asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat
lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu
Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat
yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena
itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan
tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk
melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan
moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia. Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada
hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus
dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam
menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan
menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Hak Asasi Manusia di
Indonesia : hak asasi manusia, negara indonesia,
A. PENDAHULUAN
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada
diri setiap manusia, yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak
persamaan dan hak kebebasan, yang terkait dengan interaksinya antara individu
atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masalah
HAM adalah suatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam
era reformasi ini. HAM lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era
reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal
pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan
orang lain. Jangan sampai kita melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain
dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini,
penulis merasa tertarik untuk membuat artikel tentang HAM. Maka dengan ini, kami
mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.
B.
PEMBAHASAN
Seperti dikutip oleh :
Perkembangan HAM di indonesia,
1. Perkembangan Hak Asasi Manusia
Hak asasi manusia sebagai
sebagai gagasan, paradigma, serta kerangka konseptual, tidak lahir secara
tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam Universal
Declaration of Human Right 10 Desember 1948, namun melalui suatu proses
yang cukup panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perseptif sejarah
deklarasi yang ditandatangani oleh Majelis Umum PBB dihayati sebagai suatu
pengakuan yuridis formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian
besar umat manusia di belahan dunia khususnya yang tergabung dalam Perserikatan
Bangsa-bangsa. Upaya konseptualisasi hak-hak asasi manusia, baik di Barat maupun
di Timur mekipun upaya tersebut masih bersifat lokal, persial dan sporadikal.
Pada zaman Yunani Kuno,
Plato telah memaklumkan kepada warga polisnya, bahwa kesejahteraan bersama akan
tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing.
Dalam akar kebudayaan Indonesiapun pengakuan serta penghormatan tentang hak asasi manusia telah
mulai berkembang, misalnya dalam masyarakat Jawa telah dikenal tradisi ‘Hak Pepe’,
yaitu hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa, seperti hak
mengemukakan pendapat, walaupun hak tersebut bertentangan dengan kemauan
penguasa.[1]
Awal perkembangan hak
asasi manusia dimulai tatkala ditandatangani Magna Charta (1215), oleh Raja
John Lackland. Kemudian juga penandatanganan Pettion or Right pada tahun 1628 oleh Raja Charles I. Dalam hubungan
ini sangat erat hubungannya dengan perkembangan demokrasi. Setelah itu,
perjuangan yang lebih nyata pada penandatanganan Bill of Right, oleh Raja Willem III pada tahun 1689, sebagai hasil
dari pergolakan politik yang dahsyat yang disebut sebagai the Glorious Revolution. Peristiwa ini tidak saja sebagai suatu
kemenangan parlemen atas raja, melainkan juga merupakan kemenangan rakyat dalam
pergolakan yang menyertai pergolakan Bill
of Right yang berlangsung selama 60 tahun.[2]
perkembangan selanjutnya, perjuangan hak asasi manusia dipengaruhi oleh
pemikiran filsuf inggris John Locke yang berpendapat bahwa manusia tidaklah
secara absolut menyerahkan hak-hak individunya kepada penguasa. Hak-hak yang
diserahkan kepada penguasa adalah hak-hak yang berkaitan dengan perjanjian
tentang negara, adapun hak-hak lainnya tetap berada pada masing-masing
individu.
Puncak perkembangan
perjuangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika Human Rights itu untuk
pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam Declaration of Independence Amerika Serikat pada tahun
1776. Dalam deklarasi Amerika Serikat tertanggal 4 juli 1776 tersebut
dinyatakan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa
beberapa hak yang tetap dan melekat padanya. Perumusan hak-hak asasi manusia
secara resmi kemudian menjadi dasar pokok konstitusi negara Amerika Serikat tahun
1787, yang mulai berlaku 4 maret 1789.[3]
Perjuangan hak asasi
manusia tersebut sebenarnya telah diawali di Perancis sejak Rousseau, dan
perjuang itu memuncak dalam revolusi Perancis, yang berhasil menetapkan hak-hak
‘Declaration des Droits L’Homme et du
Citoyen’ yang ditetapkan oleh Assemblee
Nationale, pada 26 agustus 1789.[4]
Semboyan revolusi Perancis yang terkenal yaitu:
1)
Liberte
(kemerdekaan),
2)
Egalite
(kesamarataan),
3)
Fraternite
(kerukunan atau persaudaraan).
Maka menurut konstitusi Perancis yang dimaksud
dengan hak-hak asasi manusia adalah hak-hak
yang dimiliki manusia menurut kodratnya, yang tidak dapat dipisahkan dengan
hakikatnya.
Dalam
rangka konseptualisasi dan reinterpretasi terhadap hak-hak asasi yang
mencangkup bidang-bidang yang lebih luas itu, Franklin D. Roosevelt, Presiden
Amerika pada permulaan abad ke-20 memformulasikan empat macam hak-hak asasi
yang kemudian dikenal dengan The Four
Freedom itu adalah:
1)
Freedom of Speech, yaitu kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan
pendapat,
2)
Freedom of
Religion, yaitu
kebebasan beragama,
3)
Freedom from Fear, yaitu kebebasan dari rasa ketakutan, dan
Hal inilah yang kemudian menjadi inspirasi dari Declaration of Human Right 1948
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Doktrin tentang hak-hak asasi manusia sekarang ini sudah diterima secara
universal sebagai a moral, politcal,
legal framework and as a guideline dalam membangun dunia yang lebih damai
dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak adil.
Terhadap deklarasi sedunia tentang hak-hak asasi manusia PBB tersebut,
bangsa-bangsa sedunia melalui wakil-wakilnya memberikan pengakuan dan
perlindungan secara yuridis formal walaupun realisasinya juga disesuaikan
dengan kondisi serta peraturan perundangan yang berlaku dalam setiap negara di
dunia ini.
Namun demikian dikukuhkannya naskah Universal
Declaration of Human Rights ini, ternyata tidak cukup mampu untuk mencabut
akar-akar penindasa dari berbagai negara. Oleh karena itu PBB secara
terus-menerus berupaya untuk memperjuangkannya. Akhirnya setelah kurang lebih
18 tahun kemudian, PBB berhasil juga melahirkan Convenant on Economic, Social and Cultural ( Perjanjian tentang
ekonomi, sosial, dan budaya) dan Convenant
on Civil and Political Rights (Perjanjian
tentang hak-hak sipil dan politik)[6]
Wacana hak asasi manusia bukanlah
wacana yang asing dalam diskursus politik dan ketatanegaraan di Indonesia. Kita
bisa menemuinya dengan gamblang dalam perjalanan sejarah pembentukkan bangsa
ini, di mana perbincangan mengenai hak asasi manusia menjadi bagian
daripadanya. Jauh sebelum kemerdekaan, para perintis bangsa ini telah
memercikkan pikiran-pikiran untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia
yang lebih baik. Pecikan pikiran tersebut dapat dibaca dalam surat-surat
R.A.Kartini yang berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang”,
karangan-karangan politik yang ditulis oleh H.O.S. Cokroaminoto, Agus Salim,
Douwes Dekker, Soewardi Soeryaningrat, petisi yang dibuat oleh Sutardjo di
Volksraad atau pledoi Soekarno yang
berjudul
”Indonesia Menggugat” dan Hatta dengan judul ”Indonesia Merdeka” yang
dibacakan di depan pengadilan Hindia Belanda. Percikan-percikan pemikiran pada
masa
pergerakan
kemerdekaan itu, yang terkristalisasi dengan kemerdekaan Indonesia, menjadi
sumber inspirasi ketika konstitusi mulai diperdebatkan di Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Di sinilah terlihat bahwa para
pendiri bangsa ini sudah menyadari pentingnya hak asasi manusia sebagai fondasi
bagi negara.
Sub-bab ini berusaha menelusuri perkembangan wacana
hak asasi manusia dalam diskursus politik dan ketatanegaraan di Indonesia,
paling tidak dalam kurun waktu setelah kemerdekaan. Diskursus mengenai hak
asasi manusia ditandai dengan perdebatan yang sangat intensif dalam tiga
periode sejarah ketatanegaraan, yaitu mulai dari tahun 1945, sebagai periode
awal perdebatan hak asasi manusia, diikuti dengan periode Konstituante (tahun
1957-1959) dan periode awal bangkitnya Orde Baru (tahun
1966-1968).[7]
Dalam ketiga periode inilah perjuangan untuk menjadikan hak asasi manusia
sebagai sentral dari kehidupan berbangsa dan bernegara berlangsung dengan sangat
serius. Tetapi sayang sekali, pada periode-periode emas tersebut wacana hak
asasi manusia gagal dituangkan ke dalam hukum dasar negara atau konstitusi. Perjuangan itu memerlukan waktu lama untuk
berhasil, yaitu sampai datangnya periode reformasi (tahun 1998-2000). Periode ini
diawali dengan pelengseran Soeharto dari kursi Presiden Indonesia oleh gerakan
reformasi. Inilah periode yang sangat “friendly” terhadap hak asasi
manusia, ditandai dengan diterimanya hak asasi manusia ke dalam konstitusi dan
lahirnya peraturan perundang-undangan di bidang hak asasi manusia.
Menurut
Peraturan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2011, tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
Indonesia Tahun 2011-2014. Menimbang bahwa :
a. bahwa Hak Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati
melekat pada diri setiap manusia, bersifat universal dan langgeng karena itu
harus dihormati, dimajukan, dipenuhi, dilindungi, dan ditegakkan;
b. bahwa
dalam menjalankan hak dan kebebasan, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis;
c. bahwa
tugas penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan, dan penegakan Hak Asasi
Manusia merupakan kewajiban dan tanggungjawab Negara, terutama Pemerintah, dan
diperlukan partisipasi masyarakat;
d. bahwa
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2004-2009 telah
berakhir dan akan ditindaklajuti dengan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
Indonesia Tahun 2011-2014;
e. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c
dan huruf d perlu membentuk Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional
Hak Asasi Manusia Indonesia Tahun 2011-2014;
2. Penjabaran
Hak-Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945
Hak-hak asasi
manusia sebenarnya tidak dapat dipisahkan
dengan pandangan fiosofis tentang hakikat manusia yang
melatarbelakanginya. Menurut pandangan filsafat bangsa indonesia yang tertkandung
dalam Pancasila hakikat manusia adalah monopluralis.
Susunan kodrat manusia adalah jasmani-rohani,
atau raga dan jiwa, sifat kodrat manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial, serta kedudukan kodrat manusia adalah
sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Dalam rentangan berdirinya bangsa
dan negara indonesia , secara resmi Deklarasi Pembukaan dan pasal-pasal UUD
1945 telah lebih dahulu merumuskan hak-hak asasi manusia dari pada Deklarasi
Universal Hak-hak Asasi Manusia PBB. Fakta sejarah menunjukan bahwa Pembukaan
UUD 1945 beserta pasal-pasalnya disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Sedangkan Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948. Hal ini
menunjukan kepada dunia bahwa sebenarnya bangsa indonesia sebelum tercapainya
pernyataan Hak-hak asasi Manusia beserta convenantnya, telah mengangkat hak-hak
asasi manusia dan melindunginya dalam kehidupan negara , yang tertuang dalam
UUD 1945. Hal ini juga telah ditekankan oleh The Founding Fathers bangsa Indonesia, misalnya penyataan Moh.
Hatta dalam siding BPUPKI sebagai berikut :
“Walaupun yang dibentuk itu negara kekeluargaan, tetapi masih perlu
ditetapkan beberapa hak dari warga negara, agar jangan sampai timbul neara kekuasaan atau Machtsstaat, atau negara penindas. [8]
Deklarasi bangsa Indonesia pada prinsipnya
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, dan pembukaan inilah yang merupakan sumber
normatif bagi hukum positif Indonesia tertama penjabaran dalam pasal-pasal UUD
1945.
Dalam pembukaan UUD 1945 alinea I
dinyatakan bahwa : “kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Dalam pernyataan ini
terkandung pengakuan secara yudiris hak-hak asasi manusia tentang kemerdekaan
sebagaimana terkandung dalam Deklarasi PBB pasal I. Dasar filosofis hak asasi
manusia tersebut adalah bukan kemerdekaan hak manusia secara individualisme
saja, melainkan menempatkan manusia sebagai individu maupun sebagai makhluk
sosial yaitu sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu hak asasi ini tidak dapat
dipisahkan dengan kewajiban asas manusia. Pernyataan berikutnya pada alinea III
Pembukaan UUD 1945, adalah sebagai berikut :
“Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya”.
Pernyataan tentang “Atas berkat
rakhmat Allah Yang Maha Kuasa...”, mengandung arti bahwa dalam deklarasi bangsa
Indonesia terkandung pengakuan bahwa manusia adalah sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa, dan diteruskan dengan kata-kata, “...supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas...”. berdasarkan pengertian ini maka bangsa indonesia mengakui dan
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia untuk memeluk agama sesuai dengan
kepercayaannya masing-masing, dan hal ini sesuai dengan delarasi Hak-hak Asasi
Manusia PBB pasal 18, adapun dalam pasal UUD 1945 tercantum dalam pasal 29
terutama ayat (2) UUD 1945.
Melalui Pembukaan UUD 1945
dinyatakan dalam alinea IV bahwa negara Indonesia sebagai suatu persekutuan
hidup bersama,bertujuan untuk melindungi warganya terutama dalam kaitannya
dngan perlindungan hak-hak asasinya. Adapun tujuan negara tersebut adalah
sebagai berikut :
“....Pemerintahan negara
Indonesia yang melindungisegenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan
bangsa....”
Tujuan negara Indonesia sebagai
negara hukum yang bersifat formal tersebut mengandung konsekuensi bahwa negara
berkewajiban untuk melindungi seluruh warganya dengan suatu Undang-undang
terutama melindungi hak-hak asasinya dei kesejahteraan hidup bersama. Dengan
juga negara Indonesia memiliki ciri tujuan negara hukum material, dalam rumusan
tujun negara “...memajukan ksejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa...”.
Berdaskan pada tujuan negara
sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka negara Indonesia
menjamin dan melindungi hak-hak asasi manusia para warganya, terutama dalam
kaitanya dengan kesejahteraan hidupnya baik jasmaniyah maupun rokhaniyah,
antara lain berkaitan dengan hak-hak asasi bidang sosial, politik, ekonomi,
kebudayaan, pendidikan, dan agama. Adapun rincian hak-hak asasi manusia dalam
pasal-pasal UUD 1945 adalah sebagai berikut.
Dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia dan
Amandemennya, pada
BAB XA, HAK ASASI
MANUSIA
PASAL 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **)
PASAL 28 B
(1) Setiap
orang berhak menbentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan
yang sah. **)
(2) Setisp
anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasaan dan diskriminasi. **)
PASAL 28 C
(1) Setiap
orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan
umat manusia.**)
(2) Setiap
orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjungkan secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan Negara. **)
PASAL 28 D
(1) Setiap
orang berhak atas engakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.**)
(2) Setiap
orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja. **)
(3) Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **)
(4) Setiap
orang berhak atas status kewarganegaraan. **)
PASAL 28 E
(1) Setiap
orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal dari wilayah negara dan meningkatkannya serta berhak kembali. **)
(2) Setiap
orang berhak atas kebebasan menyakini kepercayaan , menyatakan pikiran dan sikap yang sesuai dengan hati
nuraninya. **)
(3) Setiap
orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
**)
PASAL 28 F
Setiap orang berhak
untuk berkomunkasi dan memperolah informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jnis
saluran yang tersedia. **)
PASAL 28 G
(1) Setiap
orng berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan
harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atsa rasa aman dan
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang merupakan hak asasi. **)
(2) Setiap
orang berhak untuk bebasdri penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **)
PASAL 28 H
(1) Setiap
orang berhak hidup sejateraan lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan ligkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. **)
(2) Setiap
orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **)
(3) Setiap
orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabaat. **)
(4) Setiap
orang berhak mempunyai milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil
alih secara sewnang-wenang oleh siapapun. **)
PASAL 28 I
(1) Hak
untuk hidup hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di
hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yng berlaku surut
adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. **)
(2) Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang diskriminatif atas dasar apapun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu. **)
(3) Indentitas
budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan
zaman dan peradaban. **)
(4) Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dn pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah. **)
(5) Untuk
menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum
yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. **)
PASAL 28 J
(1) Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dengan tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. **)
(2) Dalam
menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan
yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hakdan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **)
Dalam perjalanan sejarah
kenengaraan Indonesia pelaksanaan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
di Indonesia mengalami kemajuan. Antara lain sejak kekuasaan Rezim Soeharto
telah dibentuk KOMNAS HAM, walaupun
pelaksanaanya belum optimal.
Dalam proses reformasi ini
terutama akan perlindungan hak-hak asasi manusia semakin kuat bahkan merupakan
tema sentral. Oleh karena itu jaminan hak-hak asasi manusia sebagaimana
terkandung dalam UUD 1945, menjadi semakin efektif terutama tentang
diwujudkannya Undang-Undang Republik Indonsia No. 39 tahun 1999, tentang Hak
Asasi Manusia dalam konsiderans dan ketentuan Umum pasal 1 dijelaskan, bahwa
hak asai manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, dan merupakan
anugrahNya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Selain hak asasi juga apabila tidak dilaksanakan, tidak
mungkin terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
UU No.39 tahun 1999 tersebut
terdiri atas 105 pasal yang meliputi berbagai macam hokum tentang hak asasi
manusia, perlindungan hak asasi, pembatasan terhadap kewenangan pemerintah
serta KOMNAS HAM yang merupakan lembaga pelaksanaan atas perlindungan hak-hak
asasi manusia. Hak-hak asasi tersebut meliputi, hak untuk hidup, hak
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri, hak memperolah
keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak atas
kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak.
Demi tegaknya hak asasi setiap orang
maka diatur pula kewajiban dasar manusia, antara lain kewajiban untuk
menghormati hak asasi orang lain, dan konsekuensinya setiap orang harus tunduk
kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu juga diatur
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
untuk menghormati, melindungi, menegakan serta memajukan hak-hak asasi manusia tersebut yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan dan hukum internasional yang diterima oleh
ngara Republik Indonesia.
Dengan diundangkannya UU.No.39
tahun 1999 tentang hak-hak asasi manusia tersebut bangsa indonesia telah masuk
pada era baru terutama dalam menegakkan masyarakat yang demokrasi yang
melindungi hak-hak asasi manusia. Namun demikian sering dalam pelaksanaannya
mengalami kendala yaitu dilema antara
menegakkan hukum dengan kebebasan sehingga kalau tidak konsistensi maka akan
merugikan bangsa indonesia sendiri.
Terlepas dari berbagai macam kelebihan
dan kekurangannya, bagi kita merupakan suatu kemajuan yang sangat berarti,
karena bangsa Indonesia memiliki komitmen yang tinggi atas jaminan serta
penegakan hak-hak asasi manusia, dalam kehidupan kenegaraan.
C. PENUTUP
HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia sesuai dengan kiprahnya. Setiap individu mempunyai keinginan agar
HAM-nya terpenuhi, tapi satu hal yang perlu kita ingat bahwa Jangan pernah
melanggar atau menindas HAM orang lain. HAM setiap individu dibatasi oleh HAM
orang lain. Dalam kehidupan bernegara HAM diatur dan dilindungi oleh
perundang-undangan RI, dimana setiap bentuk pelanggaran HAM baik yang dilakukan
oleh seseorang, kelompok atau suatu instansi atau bahkan suatu Negara akan
diadili dalam pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses
pengadilan melalui hukum acara peradilan HAM sebagaimana terdapat dalam
Undang-Undang pengadilan HAM.
Sebagai makhluk sosial kita
harus mampu mempertahankan dan memperjuangkan HAM kita sendiri. Di samping itu
kita juga harus bisa menghormati dan menjaga HAM orang lain jangan sampai kita
melakukan pelanggaran HAM. Dan Jangan sampai pula HAM kita dilanggar dan
dinjak-injak oleh orang lain. Jadi dalam menjaga HAM kita harus mampu menyelaraskan
dan mengimbangi antara HAM kita dengan HAM orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddique, Jimly, 2006, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Konstitusi
Press, Jakarta.
Baut Paul. S. & Beny Hartman, 1988, Kompilasi Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia, Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta.
Budiardjo, Miriam, 1981, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia,
Jakarta.
Cassese, Antonio, 1993, Hak-hak Asasi Manusia di Dunia yang Berubah,
Garuda Nusantara, Jakarta.
Hardjowirogo Marbangun, 1977, Hak-hak Asasi Manusia dalam
Mekanisme-mekanisme Perintis, Nasional, Regional, Padma, Bandung.
Parmono, R, 1983, Ketahanan Nasional, Fakultas Filsafat
UGM, Yogyakarta.
Yamin Muhammad, 1959, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Vol.
II, Siguntang, Jakarta.
[1] Baut
Paul & Beny Hartman, Kompilasi
Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia, 1998), hlm. 3
[2] Jilmy
Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 86
[3]
Marbangun Hardjowirogo, Hak-Hak Asasi
Manusia Dalam Mekanism-Mekanisme Perintis, Nasional, Regional, (Bandung:
Padma, 1977), hlm. 43
[4] Jilmy
Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara, (Jakarta: Konstitusi Press, 2006), hlm. 90
[5] Miriam
Budiardjo, dasar-dasar ilmu politik, (Jakarta: PT Gramedia, 1981), hlm. 121
[6] Jimly
Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata
Negara, (Jakarta : Konstitusi Press, 2006), hlm. 92
[7]
T. Mulya Lubis, In
Search of Human Rights: Legal-Political Dilemmas of Indonesia’s New
Order,
1966-1990, Gramedia
Pustaka Utama Jakarta, 1993, khususnya bab 2.
[8] Muhammad
Yamin, Naskah Persiapan Undang-undan
Dasar, (Jakarta : Siguntang Voll II, 194),hlm.207